Ajang PILGUB DKI Jakarta yang
baru-baru ini diselenggarakan berhasil menyedot perhatian khalayak ramai. Sosok
Joko Widodo dan Basuki Cahaya Purnama yang populer dengan julukan Jokowi-Ahok
menjadi buah bibir banyak orang tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia
maya. Sangking fenomenalnya, rasa penasaran saya mendorong saya mengikuti
berita-berita seputar mereka berdua.
Beberapa waktu lalu, saya sempat
menyimak proses debat cagub/ cawagub Pilgub putaran kedua yang ditayangkan oleh salah
satu televisi swasta nasional. Ada hal yang cukup menarik disimak dari
pernyataan kubu Foke-Nara, pasangan incumbent dalam Pilgub DKI Jakarta,
terhadap pesaing beratnya Jokowi-Ahok. Pasangan Foke-Nara menilai Jokowi-Ahok
tidak ubahnya bagaikan ‘kutu loncat’. Pasalnya Jokowi saat proses Pilgub adalah
wali kota solo untuk masa jabatan periode 2010-2015. Sementara Ahok juga sedang
menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014.
Persisnya sebutan kutu
loncat paling kuat diarahkan kepada sosok Ahok. Menilik kiprah Ahok di
birokrasi yang suka loncat-loncat jabatan sebelum periode kerjanya selesai.
Pada tahun 2004 Ahok terpilih menjadi anggota DPRD di Belitung Timur. Setelah 7
bulan sejak pelantikan, karena dorongan dari masyarakat Belitung Timur, dia
mencalonkan diri dan berhasil meraup suara menjadi bupati di Belitung Timur
untuk periode 2005-2010. Tahun 2007,
Ahok kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung, namun sayang ia
gagal menjadi gubernur Babel. Di tahun 2009, Ahok maju menjadi calon anggota
DPR RI dan kemudian berhasil. Bagi pasangan petahana, isu ini menjadi salah
satu senjata pamungkas untuk melemahkan citra pesaingnya.
Walaupun belum ada pengumuman
resmi dari KPU, berdasarkan hasil perhitungan cepat yang diselenggarakan oleh
banyak lembaga survey, memastikan Jokowi-Ahok lebih unggul dalam perolehan
suara sebesar 54% dibanding Foke-Nara yang hanya mendapatkan 46% suara di Pilgub
putaran kedua. Jokowi-Ahok siap melenggang menuju kursi yang paling banyak
diincar di seantero Jakarta.
Kemenangan Jokowi-Ahok seolah
menjadi preseden bagi pemerintah dan elit politik untuk mengantisipasi semakin
merebaknya “kutu kutu loncat” yang baru. Berbagai kalangan menganggap fenomena
kutu loncat dapat menghambat pembangunan. RUU yang mengatur pencalonan pejabat
atau kepala daerah yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah di tempat
lain tengah dikaji dan dipersiapkan.
Dalam tulisan ini saya tidak akan
membahas tentang isu politik dan wacana RUU Pilgub. Selain karena tidak mudeg dan
tertarik dengan persoalan politik, pasalnya dua hari lalu keponakan saya yang
sedang duduk di kelas IV SD bertanya apa itu arti kutu loncat. Fenomena Pilgub
Jakarta hanya menjadi trend yang menggiring rasa penasaran saya untuk mencari
tahu lebih dalam tentang terminologi kutu loncat.
Secara literal, kutu loncat
(dalam bahasa Inggris disebut flea) adalah sejenis serangga parasit yang suka
meloncat. Itulah sebabnya mengapa serangga ini disebut sebagai kutu loncat.
Flea merupakan serangga pemakan darah tanpa sayap (ordo siphonaptera).
Karakteristik gerakannya melompat dan memiliki tubuh yang kecil.
Bagaimana Kutu Loncat Meloncat
Dalam tautan http://ptsii.blogspot.com/2011/02/cara-kutu-loncat-200-kali-jauhnya-dari.html,
saya mendapatkan informasi bahwa para ilmuwan dari Cambridge University belum
lama ini berhasil memecahkan misteri seputar bagaimana kutu loncat mampu
melompat dengan cepat dan jarak yang begitu jauh.
Sebelumnya para peneliti telah
mengetahui bahwa kutu loncat memiliki kemampuan untuk melompat sejauh 200 kali
dari panjang tubuhnya sendiri. Namun, selama ini belum diketahui bagaimana kutu
dapat mentransfer energi untuk melompat.
Melalui sebuah penelitian yang
melibatkan perekaman video berkecepatan tinggi, ilmuwan menyimpulkan bahwa
rahasia lompatan kutu loncat terletak pada kaki belakang mereka yang dapat
berfungsi sebagai pengungkit.
Seperti dikutip dari situs BBC,
selama ini terdapat dua pendapat mengenai kemampuan kutu ini melompat. Pandapat
pertama mengatakan bahwa kutu bisa melompat ke atas dengan mengandalkan lutut
mereka.
Sementara pendapat lain
mengatakan bahwa sebuah bagian tubuh yang melalui beberapa sendi di kaki
belakang kutu, bisa berfungsi seperti per yang dapat membuat kutu melenting
jauh.
Pada penelitian terbarunya, Dr Gregory Sutton dan Profesor Malcolm Burrows dari
University of Cambridge, menyimpulkan bahwa kutu loncat memiliki semacam tulang
besar di bagian kaki.
Struktur tulang ini membantu kutu untuk mendapatkan traksi (gaya tarikan) yang
setiap saat bisa dilepas. Saat dilepas, kaki belakang kutu yang sedang dalam
kondisi 'meringkuk' akan menghentak tanah sehingga terdorong ke atas seperti
sebuah per yang dilepas.
Dari penelitian mereka, terungkap
pula bahwa kutu loncat tidak mau melompat ketika gelap. Selain itu, ia selalu
melompat ke arah yang sama. Sayangnya, hingga kini para peneliti belum mampu
mengungkap bagaimana cara kutu loncat untuk bisa mengunci 'per' di kaki mereka,
sesaat sebelum mereka melompat.
Siklus Kutu Loncat
Dari penelusuran di link http://dwiwahyu2009.blogspot.com/2011/05/siklus-hidup-pinjal.html,
siklus hidup kutu loncat meliputi:
Tahap Telur: Pinjal betina
meletakkan telurnya diantara bulu-bulu inang/hewan tempat hidupnya. Pinjal
betina bertelur 20-28 buah/hari. Berukuran 0,4-0,5 mm, berbentuk oval, berwarna
putih, saat akan menetas berwarna kuning kecoklatan. Karena telur tersebut
kering, maka akan jatuh dari inangnya saat inang melakukan aktivitas, seperti
sarang, lantai, karpet, rumput, dan lain-lain. Telur-telur ini menetas dalam
waktu 2-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban habitat telur. Suhu dan
kelembapan yang menguntungkan ialah suhu antara 18⁰-27⁰C dan kelembapan sekitar
75-80%.
Tahap Larva: Telur-telur
pinjal menjadi larva-larva kecil setelah 9-12 hari, berwarna muda dan seperti
cacing. Larva-larva ini terdapat dilantai, retak-retak pada dinding, permadani,
sarang tikus, kandang ayam, kandang anjing, sarang burung, dan sebagainya.
Larva-larva hidup dari segala macam parasit kecil dan sisa-sisa organic, yaitu
dari kotoran pinjal atau darah kering, kulit-kulit mati. Larva-larva mengalami
2x tukar kulit selama 1 minggu sampai beberapa bulan.
Tahap Pupa: Larva berubah
menjadi pupa yang dibungkus dengan kokon yang dikotori oleh pasir dan sisa-sisa
kotoran lain. Stadium pupa berlangsung selama 1 minggu sampai 6 bulan,
Tergantung dari kondisi cuaca. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan
dan dapat terus tidak aktif sampai satu tahun.
Tahap Dewasa: Dari pupa
akhimya pinjal dewasa. Pinjal dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka
merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di
sekitarnya, dalam waktu 24 jam pinjal ini sudah bisa mulai menggigit dan
mengisap darah.. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan
memulai siklus baru. Daur hidup pinjal secara normal berkisar 2-3 minggu, jika
suhu dan kelembapannya tidak mendukung daur hidup pinjal akan membutuhkan waktu
lebih lama dan seluruh tahap dapat mencapai 1 tahun atau lebih.
Penyakit yang berhubungan dengan kutu loncat
Karena termasuk binatang parasit,
kutu loncat dapat menimbulkan kerugian bagi inang yang ditempatinya. Pada
tanaman, kutu loncat akan menjadi hama yang merugikan pertumbuhan tanaman. Pada
binatang peliharaan, seperti kucing dan anjing paling tidak akan dikerumuni
oleh kutu loncat ini satu waktu selama hidupnya. Kutu loncat dapat mempengaruhi
kesehatan hewan peliharaan seperti di bawah ini.
- Flea Allergy Dermatitis (FAD). Penyakit kulit alergi kutu loncat. Waktu seekor kutu menggigit hewan peliharaan anda, ia memasukan ludah ke dalam kulit. Hewan peliharaan anda mendevelop reaksi alergi terhadap ludah/saliva (FAD) yang menyebabkan rasa gatal yang amat gatal. Tidak saja hewan peliharaan anda akan menggaruk atau mengigit-gigit berlebihan di daerah ekor, selangkangan atau punggung, jendolan juga akan muncul di sekitar leher dan punggung.
- Cacing Pita – Dipylidium canium. Cacing pita (tapeworm) disalurkan oleh kutu loncat pada tahap larva waktu makan di lingkungan hewan peliharaan. Telur-telur tumbuh di dalam kehidupan yang tidak aktif dalam perkembangan kutu loncat ini. Jika kutu loncat ini di ingested oleh hewanpeliharaan waktu digrooming, cacing pita dan terus menerus berkembang menjadi cacing dewasa di usus hewan peliharaan anda.
- Anemia – terjadi pada yang muda, yang tua atau pun yang sakit jika terlalu banyak kutu loncat yang menghisap darahnya. Gejala anemia termasuk, gusi pucat, lemas dan lesu pada hewan peliharaan anda.
Jokowi-Ahok: Kutu
Loncat atau Naik Kelas
Beranjak dari karakteristik serangga kutu loncat yang suka
meloncat-loncat dan sifatnya sebagai parasit, orang kemudian menggunakan istilah
kutu loncat sebagai idiom untuk mendeskripsikan tipe orang yang menggantungkan
hidupnya dengan menumpang dari satu orang ke orang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_frasa_idiomatis_dalam_bahasa_Indonesia).
Istilah kerennya adalah opurtunis merujuk kepada tipe orang yang pandai melihat
peluang demi kepentingan pribadi. Karakteristik kutu loncat cenderung memiliki
konotasi negatif. Lebih luas lagi karakteristik kutu loncat digunakan untuk
menggambarkan sifat-sifat tidak setia, penghianat, tidak bertanggungjawab, suka
mencari keuntungan pribadi, tidak amanah, plin plan, tidak konsisten, bermuka
dua. Pokoknya semua yang jelek-jelek selalu dilabelkan dengan kutu loncat.
Mumpung masa Pilgub DKI Jakarta sudah selesai dan tanpa
tendensi apa-apa, nah mari kita kembali kepada sosok Jokowi dan Ahok yang
sedari awal tulisan ini dikait-kaitkan dengan sosok serangga parasit yang suka
loncat-loncat. Pantaskah jika label ini dicapkan kepada mereka. Kiprah karir
kedua figur yang terkesan loncat-loncat sebelum purna tugas menjadi alasan kuat
tim petahana memberi predikat Jokowi-Ahok sebagai kutu loncat.
Tentu saja pengalaman Jokowi-Ahok ditanggapi berbeda bagi
para pengagum Jokowi-Ahok. Ada satu pernyataan menarik dari salah satu
pendukung Jokowi-Ahok. Kedua pasangan ini tidak pantas disebut kutu loncat.
Mereka adalah pahlawan yang naik pangkat. Toh jejak rekam pengalaman kedua
figur ini memiliki citra yang baik di mata publik. Jokowi misalnya berdasarkan
publikasi The City Mayors Foundation, London, Inggris, masuk dalam 25 besar
jajaran calon walikota terbaik dunia. Ahok juga tidak kalah mentereng prestasi
kerjanya. Ahok dinobatkan menjadi salah satu tokoh anti korupsi dari unsur
penyelenggara aparatur negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan: Kadin,
Kementrian PAN dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI).
Jokowi-Ahok, antara kutu loncat dan naik kelas, tergantung
dari sudut pandang dan kepentingan tiap orang melihat. Lantas bagaimana menurut
Anda?
Dari berbagai sumber.
Let's create our own world through writing, cinematography, photos, etc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar