Sabtu, 09 April 2011

Gempa di Nias Zaman Kolonial

Dimasa kolonial, Nias sudah sering mendapat kiriman gempa. Selisih waktu terjadinya gempa yang tidak tentu itu terjadi selang puluhan tahun. seperti yang dicatat Schroeder, Nias 3 kali mengalami gempa dizaman kolonial. Gempa pertama terjadi 5-6 Januari 1843; gempa kedua ditahun 1861; dan ketiga ditahun 1907. 1>>





Mengenai gempa pertama, 5-6 Januari 1843, Schroeder mendapat informasi salah satunya dari Dr. Junghuhn. Gempa ini, membuat Gunung Sitoli seperti mendapat getaran-getaran keras pada malam hari. Gempa datang dari arah baarat daya ke timur laut—dari arah samudra Hindia. Arah getaran awalnya teratur, lalu arahnya menjadi tidak jelas. Bisa dibayangkan, Pulau Nias seperti di goyang-goyang. Tentu saja tidak ada orang-orang yang bisa berdiri atau duduk dengan stabil. Gempa bumi ini berlangsung selama 9 menit dengan kekutan yang tidak pernah menurun sama sekali. Tidak diketahui secara pasti berapa kekautan gempa ini dalam hitungan skala richter. Kebanyakan rumah roboh karenanya. Balkon yang berada diatas benteng juga jatuh. Pohon-pohon kelapa dan pohon-pohon lainnya, banyak yang tercerabut dengan akarnya dan terlempar jauh oleh getaran gempa. Gunung Harefa, dekat Gunung-Sitoli, sebagian tanahnya longsor dan masuk jurang. Kerak bumi pecah dan dimana-mana keluar dari celah-celah tanah munculah air yang berlumpur dan berbuih.

Sesudah getaran-getaran besar tadi, dari arah laut di tenggara sebuah gelombang besar dan bergulung-gulung jauh diatas dataran pesisir timur pulau Nias—termasuk kota Gunung Sitoli. Gelombang itu mengilas apa saja sampai hilang, rumah, manusia, binatang daan lainnya. Karannya, desa-desa dipesisir pantai hancur total. Kapal-kapal yang dilewati gelombang terlempar ratusan meter. Orang-orang yang ketika getaran buni terasa masih selamat, kini banyak yang hilang bahkan meninggal dihantam gelombang Tsunami itu. Setelah tsunami berlalu, gempa-gempa dengan kekuatan kecil, sering datang tiap dua menit sekali. Hal ini berulang samapai pukul 04.30 dinihari. Bukan berarti tidak ada gempa lagi, tidak lama setelah pukul 04.30 itu juga gempa datang 6 menit. Selama beberapa hari, gempa-gempa dengan kekuatan yang sudah menurun sering menggoyang pulau Nias. 2>>

Gempa Nias terjadi lagi pada 16 Februari 1861 nampaknya terjadi di Nias bagian selatan, sekitar kecamatan Teluk Dalam. Beberapa hari sebelum gempa besar tejadi pada 16 Februari, beberapa kali terjadi gempa-gempa ringan beberapa hari sebelumnya. Gempa besar terjadi pada pukul 18.30 mulailah gempa pertama yang cukup dasyat. Gempa terjadi selama 3 menit dengan getaran yang sangat kuat. Tidak heran bila bnayak serdadu KNIL di garnisun yang ada di Teluk Dalam jatuh tertelungkup. Setelah itu datang lagi 3 kali gempa dengan kekuatan yang tidak terlalu besar. Pukul 18.45 sorenya, gelombang pasang muncul dari arah tenggara. Pukul 19.30 sore itu terlihat bangunan-bangunan habis disapu gelombang besar itu. Konon menurut pemberitaan, tinggi gelombang di Lagundri adalah 7 hasta. Gempa ini mengakibatkan beberapa pos pemerintah kolonial di Lagundri hancur total. Korban jatuh adalah 16 orang serdadu KNIL dan 32 orang dari desa sekitar. Di sebuah garnisun militer, senjata-senjata api, walau tidak hilang karena basah oleh tsunami, tidak lagi bisa dipakai. Penghuni garnisun dan orang-orang pemerintah dari Teluk Dalam bertolak ke Gunung-Sitoli karena tidak lagi memiliki barang Logistik seperti pakaian, makanan juga senjata.

Di Gunung Sitoli, gempa terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan. Arah gempa adalah dari tenggara ke barat daya. Air laut sempat tersedot sekitar 32 hasta ke arah laut. Lalu dengan kecepatan tinggi air datang dari arah laut dan membanjiri daratan. Banyak desa-desa hancur oleh gempa di tahun 1861. Di pusat kota, hanya rumah seorang komandan militer saja yang lolos dari terjangan tsunami itu. Terlihat tanah-tanah yang terbelah oleh gempa. Di Tumula, sebuah kapal terlempar ke daratan. Di Lafau, sesudah gempa, anatara pulau Lafau nyaris terhubung dengan daratan. Di Pantai barat Nias yang berhadapan dengan Samudra Hindia, banyak batu karang yang muncul dipermukaan laut. 3> >

Gempa yang terjadi di 4 Januari 1907 adalah Gempa bumi yang dirasakan sendiri oleh Schroeder yang menjadi pegawai kolonial yang memiliki wewenang penuh atas pulau Nias. Gempa terjadi sekitar pukul 12.00 siang hari. Dengan gerakan ringan dari kerak bumi selama satu setengah menit. Seorang Belanda bernama H. von Arx yang sedang berada di Toyolawa melihat adanya tsunami disebelah barat dan barat daya. Pulau Wunga, disebalah barat laut pulau Nias, harus mengalami benturan hingga pulau ini hancur. Getaran terkeras terjadi pukul 12.50 dan berlangsung sekitar satu menit.setelah gempa besar itu, air laut tersedot jauh sekali dari daratan. Air laut yang berwarna coklat kemudian naik lagi dan mencapai pantai. Hal ini berulang, namun dengan kekuatan yang berbeda dari sebelumnya. Kerusakan terparah gempa ini terjadi di pesisir pantai barat Nias bagian utara. Beberapa semenanjung menjadi gundul karena hantaman gelombang tsunami itu. Gempa ini telah menewaskan ratusan orang di pantai barat bagian utara—sekitar kecamatan Lahewa dan Afulu sekarang ini. Beberapa rumah disini hancur. Teluk Afulu tertimbun pasir laut dan material lain yanjg dibawa gelombang. disini beberapa orang yang ditemukan meninggal, beberapa diantaranya mengenaslkan, dengan kepala yang hancur dan bada yang terpisa-pisah. Di pualu Uma, semua penghuninya lenyap setelah serangan tsunami itu. Daerah Tumula juga tidak luput dari serangan tsunami. Sekelompok perahu nelayan yang kebetulan berada di sisi selatan Sungai Oyo lenyap. Di Lagundri, yang pada gempa sebelumnya adalah daerah terparah, tidak terlalu keras merasakan gempa ini. 4> >

Gempa besar terakhir yang terjadi di Nias pada masa kolonial ini tentu saj paling diingat karena Schroeder sebagai orang penting di Nias melakuakan pemotratan kondisi pasca gempa lalu mendokumentasikannya dalam buku yang ditulisnya. Catatan mengenai gempa terakhir pasti lebih banyak. Hingga saat ini pulai Nias masih diganggu gempa. Gempa di Nias juga membuat penghuni pulau ini untuk berbenah lagi. Kondisi Nias sudah mulai normal beberapa tahun setelahnya. Orang-orang Nias mungkin sudah terbiasa menghadapi gempa. Ketika kekuasaan Hindia Belanda atas Nias hampir, mereka tampak tidak merasakan efek buruk atas gempa yang terjadi tiga dekade sebelumnya. Orang-orang nampak tidak terlalu berkelauh kesah atas gempa yang lebih besar terjadi dibanding sekarang. Gempa yang sering terjadi di pulau Nias membuat kontur dan relief pulau Nias berubah sedemikian rupa seperti juga sekarang. Dimana beberapa tempat di selatan digenangi air laut dan diutara pantai menjadi semakin panjang


Catatan Kaki


1> Sumber ini berasal dari Pastur Hammerle dengan berdasarkan tulisan E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

2> Sebuah desa besar diselatan Gunung-Sitoli bernama Mego (yang dimaksud mungkin desa Migo) juga hancur total. Dibuthkan satu jam jalan kaki untuk mencapainya dari Gunung-Sitoli. Desa ini hingga tahun 1855, masih menyisakan kehancuran sisa gempa 12 tahun sebelumnya. Sisa-sisa gempa itu masih terasa saat itu. E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

3> E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

4> Dikutip dari E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: http://www.museum-nias.net/?p=185


Penulis: Petrik Matanasi
Diambil dari kompasiana
http://sejarah.kompasiana.com/2010/08/01/gempa-di-nias-zaman-kolonial/




Let's create our own world through writing, cinematography, photos, etc.

Jumat, 28 Januari 2011

PRAMUWISATA: KEUNTUNGAN, TANTANGAN DAN SOLUSI

Pramuwisata adalah profesi ujung tombak yang mengantarkan wisatawan menikmati dan mendapatkan penjelasan-penjelasan mengenai aset-aset wisata yang dikunjungi. Seorang pramuwisata merupakan duta bagi bangsa atau daerahnya sebab keberadaan duta ini dapat memengaruhi citra pariwisata suatu daerah secara keseluruhan. Menjadi seorang pramuwisata dituntut kecakapan khusus yang meliputi ketrampilan bahasa, teknik guiding dan wawasan pengetahuan yang luas. Dalam tulisan ini, kami akan berusaha mengupas tentang keuntungan menjadi pramuwisata, tantangan yang dihadapinya dan solusi untuk menghadapi tantangan tersebut.


Keuntungan Menjadi Pramuwisata

Berbicara tentang keuntungan menjadi pramuwisata sebenarnya sangat relatif. Keuntungan itu sangat personal. Namun secara umum, keuntungan menjadi pramuwisata itu mencakup keuntungan finansial, peluang mengenal orang lain lebih banyak lagi, wawasan terus bertambah dan peluang untuk mengunjungi tempat-tempat baru.

Secara finansial tak dapat dipungkiri profesi pramuwisata cukup menjanjikan untuk sebuah penghidupan yang layak. Kalau si pramuwisata bekerja di biro perjalanan wisata, ia akan mendapatkan honor dari kantor yang menugasinya. Terkadang pelayanan yang baik kepada wisatawan akan memberikan masukan berupa tips atau uang terimakasih kepada si pramuwisata.


Seterusnya menjadi pramuwisata itu memiliki peluang untuk mengenal orang lain lebih banyak. Interaksi dengan wisatawan dari berbagai negara memberikan keuntungan tersendiri bagi pramuwisata. Tiap orang memiliki karakter yang unik. Perjumpaan dengan berbagai orang dari belahan dunia membantu pramuwisata untuk memetakan ciri-ciri wisatawan berdasarkan daerah usalnya. Kemampuan untuk memahami karakter khas wisatawan mempermudah si pramuwisata untuk memberikan pendampingan panduan.


Menjadi pramuwisata dituntut wawasan luas. Wawasan itu terutama diperoleh dari referensi pustaka/ tertulis. Namun ketika terjun langsung menjadi pramuwisata, wawasan itu sebenarnya diperkaya bersamaan ketika melakukan tugas pemanduan. Diskusi dengan para tamu dari berbagai latar belakang pendidikan dan pengalaman dengan sendirinya terus memperluas pengetahuan si pramuwisata.



Keuntungan lainnya menjadi pramuwisata adalah peluang untuk mengunjungi tempat-tempat baru terbuka lebar. Ada pengalaman menarik dari seorang teman yang sudah lama berprofesi jadi pramwisata. Ia menceritakan bahwa tugas menjadi pramuwisata telah menuntunnya mengunjungi beberapa daerah yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya seperti pedalaman Nias-Mentawai, Bali-Lombok, desa-desa Dayak di Kalimantan, desa orang Toraja dan perkampungan suku Asmad di Papua. Ia menuturkan bahwa peluang untuk mengunjugi tempat-tempat baru lainnya di negara lain masih terbuka lebar. Kesempatan untuk bisa mengunjugi tempat-tempat itu pada umumnya ia peroleh karena panggilan untuk melakukan tugas pemanduan dan juga undangan dari beberapa mantan wisatawan yang pernah ia pandu sebelumnya.


Tantangan Menjadi Pramuwiata

Berbicara tentang tantangan menjadi pramuwisata sebenarnya tidaklah sedikit. Secara umum tantangan yang paling banyak dihadapi oleh pramuwisata adalah pandangan negatif dari masyarakat, tantangan bahasa, wawasan yang kurang tentang objek wisata


Banyak pandangan negatif dilabelkan pada profesi pramuwisata. Pelabelan itu terjadi oleh adanya beberapa oknum pramuwisata yang tidak mengindahkan kode etik kepramuwisataan. Pelabelan ini lebih condong terlihat melalui cara interaksi si pramuwisata dengan wisatawan khususnya luar negeri yang cenderung permisif. Lebih sulit lagi ketika yang menjadi pramuwisatanya adalah perempuan. Masyarakat awam beranggapan bahwa profesi pramuwisata tidak jauh-jauh dari praktik plus-plus atau prostitusi. Artinya memberikan jasa panduan wisata sekaligus jasa pelayanan ke arah yang lebih intim.


Bahasa adalah tantangan lain yang dihadapi oleh seorang pramuwisata. Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang wajib dikuasai oleh seorang pramuwisata. Selain bahasa Inggris, seorang pramuwisata dimotivasi untuk bisa mengusasai bahasa lain setidaknya bahasa wisatawan yang sering berkunjung ke daerahnya seperti bahasa jepang dan belanda. Tidak semua wisatawan luar negeri yang datang berkunjung ke Indonesia bisa berbahasa Inggris sehingga sering kali penyampaian materi pemanduan terkendala karena bahasa yang digunakan tidak dimengerti oleh yang dipandu demikian juga wisatawan tak dapat mengekspresikan pendapat karena bahasa yang digunakannya tidak dimengerti oleh si pemandu. Kalau kejadiannya seperti ini akan mengurangi kenyamanan dalam proses pemanduan.


Penguasaan materi pemanduan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh si pramuwisata. Namun sering sekali si pemandu wisata hanya berfungsi sebagai pengantar wisata. Pengantar wisata artinya hanya menemani wisatawan ke objek wisata dan memberikan informasi terbatas tentang objek yang dikunjungi. Profesi pramuwisata dituntut lebih dari sekedar pengantar wisata. Setiap detil dari objek wisata harus dikuasai mencakup sejarah objek wisata, lingkungan budaya sekitar objek wisata, rute wisata, orang-orang disekitar objek wisata, karekter dan potensi daerah dimana objek wisata itu berada, iklim dan situasi pemerintahan di daerah bersangkutan.


Solusi Terhadap Tantangan

Untuk menyikapi tantangan diatas maka hal yang harus dilakukan oleh seorang pramuwisata profesional adalah:

1. memegang teguh nilai-nilai, adat istiadat budaya dimanapun dia berada

2. memberikan pengertian kepada wisatawan tentang apa yang tabu atau yang tidak boleh dilakukan

3. menghindari perbincangan yang tidak wajar dan sensitif

4. menguasai bahasa lain selain bahasa Inggris

5. memperbanyak membaca buku khususnya menyangkut objek wisata yang akan dijelaskan kepada wisatawan

6. memperbanyak interaksi sosial dengan masyarakat lokal untuk memperkaya referensi tentang budaya lokal.

7. dimanapun ia berada seorang pramuwisata diharapkan terus menonjolkan sisi baik dan positif dari daearah yang ia wakili.



English Version


GUIDE: BENEFITS, CHALLENGES AND SOLUTIONS


Guide is a profession that delivers the spearhead of tourists to enjoy and get explanations of tourism assets visited. A guide is an ambassador for the nation or the region because the existence of these ambassadors of tourism can affect a region's image as a whole. Being a tourist requires special skills include language skills, techniques and insights guiding extensive knowledge. In this paper, we will try to explore the advantages of being guides, challenges faced and the solutions to these challenges.

Benefits Being a Guide

Talking about the advantages of a guide is actually very relative. The advantage is very personal. But in general, the advantages of being guides that include financial benefits, the opportunity to know other people more, a growing insight and opportunities to visit new places.


Financially, it is undeniably the profession of guide is somewhat promising for a decent livelihood and income. If the guide worked at a travel agency, he will get a fee from the assigned office. Sometimes good service to tourists will provide input in the form of tips or thankful money to the guide.


Moreover, the guide had a chance to know other people more. Interaction with tourists from various countries will also generate benefit for the guide. Each person has a unique character. Encounters with various people from around the world will help guide to map the characteristics of tourists based on their origin. The ability to understand the specific characteristics of tourists will help the guide to interact and give guidance to the tourist.


Being knowledgeable guides are required. Insight was mainly obtained from many literature/ writing. But when plunged directly into a guide, it was actually enriched insights altogether during guiding duties. Discussions with guests from various educational backgrounds and experience will continuously expand the knowledge of the guide.

Another advantage being a guide is the opportunity to visit new places is widely opened. There was an interesting experience of a friend who had become a professional guide. He told me that the duty of guide had led him to visit several areas that he had never visited before for instance Nias-Mentawai, Bali, Lombok, Dayak villages in Kalimantan, the Toraja villages and tribal villages in Papua. He tells us that the opportunity for visiting new places, in other countries is still widely opened. In general, opportunity to visit those places because he got the call to perform scouting duties and also an invitation from several former tourist guide that he had previously.


Challenges Being a Guide

As a matter of fact, talking about the challenges of being a guide is not little. In general, the most widely challenges faced by the guide is a negative view of society, the challenge of language, lack of insight about the tourism object


Many negative outlooks is labelled on the profession of guide. Labelling occurred by the few actors who did not heed the guide codes of tourism. Labelling was more inclined viewed through the guide way of interaction with foreign tourists in particular who all this time tend to be permissive. Even it is going harder when the guide is women. Ordinary people think that professional guides are not far away from the practice of plus-plus or prostitution. That means providing guiding services is closer to a more intimate service.


Language is another challenge faced by a guide. English is the international language that must be mastered by a guide. Besides English, a guide can be motivated to master another language at least the language of tourists who often visit his area such as Japan and the Dutch language. Not all foreign tourists who came to visit Indonesia can speak English. So often guiding delivery of material is constrained because the language used is not understood by the guided as well as tourists can not express the opinion because the language used is not understood by the guide. If it happened like this will reduce the comfort of both parties (tourist and guide).


Mastery of guiding materials is something that absolutely must be held by the guide. But very often many guides merely serve as a scouting tour guide. Scouting tour guide means only accompany tourists to tourist object and provide limited information about the object visited. The profession of guide requires more than just scouting tour guide. Every detail of the object should be known by tourist guide include historical, cultural environment surrounding tourist attractions, tourist routes, the people around tourist attractions, characters and potency of the tourist areas, climate and governance situation in the regions concerned.


Solutions to Challenges

To address the above challenges then the following points should be considered by a professional guide:

1. Uphold the values, cultural traditions wherever he/she is

2. Gives understanding to tourists about what is taboo or not to do at the visited areas

3. Avoid conversations that are not reasonable and sensitive

4. Mastering languages other than English

5. Expand reading books especially regarding the tourism objects which will be explained to tourists

6. Extend the social interaction with local communities. It will enrich local cultural references.

7. Highlight good and positive side of the areas she/he represents.



By: Aktivitas Sarumaha (Just an opinion)

Let's create our own world through writing, cinematography, photos, etc.