Rabu, 26 September 2012

Fenomena Kutu Loncat

Oleh: Aktivitas Sarumaha


Ajang PILGUB DKI Jakarta yang baru-baru ini diselenggarakan berhasil menyedot perhatian khalayak ramai. Sosok Joko Widodo dan Basuki Cahaya Purnama yang populer dengan julukan Jokowi-Ahok menjadi buah bibir banyak orang tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia maya. Sangking fenomenalnya, rasa penasaran saya mendorong saya mengikuti berita-berita seputar mereka berdua.

Beberapa waktu lalu, saya sempat menyimak proses debat cagub/ cawagub Pilgub putaran kedua yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta nasional. Ada hal yang cukup menarik disimak dari pernyataan kubu Foke-Nara, pasangan incumbent dalam Pilgub DKI Jakarta, terhadap pesaing beratnya Jokowi-Ahok. Pasangan Foke-Nara menilai Jokowi-Ahok tidak ubahnya bagaikan ‘kutu loncat’. Pasalnya Jokowi saat proses Pilgub adalah wali kota solo untuk masa jabatan periode 2010-2015. Sementara Ahok juga sedang menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. 

Persisnya sebutan kutu loncat paling kuat diarahkan kepada sosok Ahok. Menilik kiprah Ahok di birokrasi yang suka loncat-loncat jabatan sebelum periode kerjanya selesai. Pada tahun 2004 Ahok terpilih menjadi anggota DPRD di Belitung Timur. Setelah 7 bulan sejak pelantikan, karena dorongan dari masyarakat Belitung Timur, dia mencalonkan diri dan berhasil meraup suara menjadi bupati di Belitung Timur untuk periode 2005-2010.  Tahun 2007, Ahok kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung, namun sayang ia gagal menjadi gubernur Babel. Di tahun 2009, Ahok maju menjadi calon anggota DPR RI dan kemudian berhasil. Bagi pasangan petahana, isu ini menjadi salah satu senjata pamungkas untuk melemahkan citra pesaingnya.

Walaupun belum ada pengumuman resmi dari KPU, berdasarkan hasil perhitungan cepat yang diselenggarakan oleh banyak lembaga survey, memastikan Jokowi-Ahok lebih unggul dalam perolehan suara sebesar 54% dibanding Foke-Nara yang hanya mendapatkan 46% suara di Pilgub putaran kedua. Jokowi-Ahok siap melenggang menuju kursi yang paling banyak diincar di seantero Jakarta.

Kemenangan Jokowi-Ahok seolah menjadi preseden bagi pemerintah dan elit politik untuk mengantisipasi semakin merebaknya “kutu kutu loncat” yang baru. Berbagai kalangan menganggap fenomena kutu loncat dapat menghambat pembangunan. RUU yang mengatur pencalonan pejabat atau kepala daerah yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah di tempat lain tengah dikaji dan dipersiapkan. 

Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang isu politik dan wacana RUU Pilgub. Selain karena tidak mudeg dan tertarik dengan persoalan politik, pasalnya dua hari lalu keponakan saya yang sedang duduk di kelas IV SD bertanya apa itu arti kutu loncat. Fenomena Pilgub Jakarta hanya menjadi trend yang menggiring rasa penasaran saya untuk mencari tahu lebih dalam tentang terminologi kutu loncat. 

Secara literal, kutu loncat (dalam bahasa Inggris disebut flea) adalah sejenis serangga parasit yang suka meloncat. Itulah sebabnya mengapa serangga ini disebut sebagai kutu loncat. Flea merupakan serangga pemakan darah tanpa sayap (ordo siphonaptera). Karakteristik gerakannya melompat dan memiliki tubuh yang kecil. 

Bagaimana Kutu Loncat Meloncat
Dalam tautan http://ptsii.blogspot.com/2011/02/cara-kutu-loncat-200-kali-jauhnya-dari.html, saya mendapatkan informasi bahwa para ilmuwan dari Cambridge University belum lama ini berhasil memecahkan misteri seputar bagaimana kutu loncat mampu melompat dengan cepat dan jarak yang begitu jauh. 

Sebelumnya para peneliti telah mengetahui bahwa kutu loncat memiliki kemampuan untuk melompat sejauh 200 kali dari panjang tubuhnya sendiri. Namun, selama ini belum diketahui bagaimana kutu dapat mentransfer energi untuk melompat.

Melalui sebuah penelitian yang melibatkan perekaman video berkecepatan tinggi, ilmuwan menyimpulkan bahwa rahasia lompatan kutu loncat terletak pada kaki belakang mereka yang dapat berfungsi sebagai pengungkit.

Seperti dikutip dari situs BBC, selama ini terdapat dua pendapat mengenai kemampuan kutu ini melompat. Pandapat pertama mengatakan bahwa kutu bisa melompat ke atas dengan mengandalkan lutut mereka.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa sebuah bagian tubuh yang melalui beberapa sendi di kaki belakang kutu, bisa berfungsi seperti per yang dapat membuat kutu melenting jauh.
 
Pada penelitian terbarunya, Dr Gregory Sutton dan Profesor Malcolm Burrows dari University of Cambridge, menyimpulkan bahwa kutu loncat memiliki semacam tulang besar di bagian kaki.
 

Struktur tulang ini membantu kutu untuk mendapatkan traksi (gaya tarikan) yang setiap saat bisa dilepas. Saat dilepas, kaki belakang kutu yang sedang dalam kondisi 'meringkuk' akan menghentak tanah sehingga terdorong ke atas seperti sebuah per yang dilepas.

Dari penelitian mereka, terungkap pula bahwa kutu loncat tidak mau melompat ketika gelap. Selain itu, ia selalu melompat ke arah yang sama. Sayangnya, hingga kini para peneliti belum mampu mengungkap bagaimana cara kutu loncat untuk bisa mengunci 'per' di kaki mereka, sesaat sebelum mereka melompat.

Siklus Kutu Loncat
Dari penelusuran di link http://dwiwahyu2009.blogspot.com/2011/05/siklus-hidup-pinjal.html, siklus hidup kutu loncat meliputi:

Tahap Telur: Pinjal betina meletakkan telurnya diantara bulu-bulu inang/hewan tempat hidupnya. Pinjal betina bertelur 20-28 buah/hari. Berukuran 0,4-0,5 mm, berbentuk oval, berwarna putih, saat akan menetas berwarna kuning kecoklatan. Karena telur tersebut kering, maka akan jatuh dari inangnya saat inang melakukan aktivitas, seperti sarang, lantai, karpet, rumput, dan lain-lain. Telur-telur ini menetas dalam waktu 2-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban habitat telur. Suhu dan kelembapan yang menguntungkan ialah suhu antara 18⁰-27⁰C dan kelembapan sekitar 75-80%.

Tahap Larva: Telur-telur pinjal menjadi larva-larva kecil setelah 9-12 hari, berwarna muda dan seperti cacing. Larva-larva ini terdapat dilantai, retak-retak pada dinding, permadani, sarang tikus, kandang ayam, kandang anjing, sarang burung, dan sebagainya. Larva-larva hidup dari segala macam parasit kecil dan sisa-sisa organic, yaitu dari kotoran pinjal atau darah kering, kulit-kulit mati. Larva-larva mengalami 2x tukar kulit selama 1 minggu sampai beberapa bulan.

Tahap Pupa: Larva berubah menjadi pupa yang dibungkus dengan kokon yang dikotori oleh pasir dan sisa-sisa kotoran lain. Stadium pupa berlangsung selama 1 minggu sampai 6 bulan, Tergantung dari kondisi cuaca. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai satu tahun.

Tahap Dewasa: Dari pupa akhimya pinjal dewasa. Pinjal dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya, dalam waktu 24 jam pinjal ini sudah bisa mulai menggigit dan mengisap darah.. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai siklus baru. Daur hidup pinjal secara normal berkisar 2-3 minggu, jika suhu dan kelembapannya tidak mendukung daur hidup pinjal akan membutuhkan waktu lebih lama dan seluruh tahap dapat mencapai 1 tahun atau lebih.


Penyakit yang berhubungan dengan kutu loncat
Karena termasuk binatang parasit, kutu loncat dapat menimbulkan kerugian bagi inang yang ditempatinya. Pada tanaman, kutu loncat akan menjadi hama yang merugikan pertumbuhan tanaman. Pada binatang peliharaan, seperti kucing dan anjing paling tidak akan dikerumuni oleh kutu loncat ini satu waktu selama hidupnya. Kutu loncat dapat mempengaruhi kesehatan hewan peliharaan seperti di bawah ini.
  • Flea Allergy Dermatitis (FAD). Penyakit kulit alergi kutu loncat. Waktu seekor kutu menggigit hewan peliharaan anda, ia memasukan ludah ke dalam kulit. Hewan peliharaan anda mendevelop reaksi alergi terhadap ludah/saliva (FAD) yang menyebabkan rasa gatal yang amat gatal. Tidak saja hewan peliharaan anda akan menggaruk atau mengigit-gigit berlebihan di daerah ekor, selangkangan atau punggung, jendolan juga akan muncul di sekitar leher dan punggung.
  • Cacing Pita – Dipylidium canium. Cacing pita (tapeworm) disalurkan oleh kutu loncat pada tahap larva waktu makan di lingkungan hewan peliharaan. Telur-telur tumbuh di dalam kehidupan yang tidak aktif dalam perkembangan kutu loncat ini. Jika kutu loncat ini di ingested oleh hewanpeliharaan waktu digrooming, cacing pita dan terus menerus berkembang menjadi cacing dewasa di usus hewan peliharaan anda.
  • Anemia – terjadi pada yang muda, yang tua atau pun yang sakit jika terlalu banyak kutu loncat yang menghisap darahnya. Gejala anemia termasuk, gusi pucat, lemas dan lesu pada hewan peliharaan anda.

Jokowi-Ahok: Kutu Loncat atau Naik Kelas
Beranjak dari karakteristik serangga kutu loncat yang suka meloncat-loncat dan sifatnya sebagai parasit, orang kemudian menggunakan istilah kutu loncat sebagai idiom untuk mendeskripsikan tipe orang yang menggantungkan hidupnya dengan menumpang dari satu orang ke orang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_frasa_idiomatis_dalam_bahasa_Indonesia). Istilah kerennya adalah opurtunis merujuk kepada tipe orang yang pandai melihat peluang demi kepentingan pribadi. Karakteristik kutu loncat cenderung memiliki konotasi negatif. Lebih luas lagi karakteristik kutu loncat digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat tidak setia, penghianat, tidak bertanggungjawab, suka mencari keuntungan pribadi, tidak amanah, plin plan, tidak konsisten, bermuka dua. Pokoknya semua yang jelek-jelek selalu dilabelkan dengan kutu loncat.


Mumpung masa Pilgub DKI Jakarta sudah selesai dan tanpa tendensi apa-apa, nah mari kita kembali kepada sosok Jokowi dan Ahok yang sedari awal tulisan ini dikait-kaitkan dengan sosok serangga parasit yang suka loncat-loncat. Pantaskah jika label ini dicapkan kepada mereka. Kiprah karir kedua figur yang terkesan loncat-loncat sebelum purna tugas menjadi alasan kuat tim petahana memberi predikat Jokowi-Ahok sebagai kutu loncat.

Tentu saja pengalaman Jokowi-Ahok ditanggapi berbeda bagi para pengagum Jokowi-Ahok. Ada satu pernyataan menarik dari salah satu pendukung Jokowi-Ahok. Kedua pasangan ini tidak pantas disebut kutu loncat. Mereka adalah pahlawan yang naik pangkat. Toh jejak rekam pengalaman kedua figur ini memiliki citra yang baik di mata publik. Jokowi misalnya berdasarkan publikasi The City Mayors Foundation, London, Inggris, masuk dalam 25 besar jajaran calon walikota terbaik dunia. Ahok juga tidak kalah mentereng prestasi kerjanya. Ahok dinobatkan menjadi salah satu tokoh anti korupsi dari unsur penyelenggara aparatur negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan: Kadin, Kementrian PAN dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI).

Jokowi-Ahok, antara kutu loncat dan naik kelas, tergantung dari sudut pandang dan kepentingan tiap orang melihat. Lantas bagaimana menurut Anda?


Dari berbagai sumber.

Let's create our own world through writing, cinematography, photos, etc.