Sabtu, 23 Oktober 2010

Alah Bisa Karena Biasa

Catatan Reflektif di Akhir Minggu
Aktivitas Sarumaha
--------------------------------------------------------------------


Selalu saja ada hal baru bagi tiap orang untuk dilakukan. Ketika kita berbicara tentang hal baru untuk dilakukan, respon orang pastinya berbeda-beda. Ada yang takut-takut kalau-kalau gak bisa melakukannya. Ada yang antusias karena pengen banget mencoba sesuatu yang baru. Ada yang malu-malu karena gak pede and merasa gak layak aja untuk mengerjakannya. Ada juga yang memang tidak pengen mencoba dengan alasan sudah cukup mapan dan nyaman melakoni apa yang dilakukan selama ini. Bahkan tak jarang ada pula yang mengalami trauma karena pernah mengalami sebuah kegagalan saat melakoni sesuatu yang baru.

Apapun hal baru yang kita lakukan dan apapun respon yang kita berikan, satu hal yang menjadi garis merah adalah bahwa melakoni sesuatu yang baru pada awalnya tidaklah mudah. Tiap orang pastinya perlu penyesuaian diri (self adaptive skill) supaya bisa survive melakukannya. Awalnya emang mengerjakan sesuatu yang baru tidaklah gampang. Berbagai kesulitan mungkin dihadapi. Kesulitan yang dihadapi biasanya disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor kompetensi.

Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sederhananya pengetahuan itu artinya adalah segala sesuatu yang kita ketahui. Lebih jauh pengetahuan artinya adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh tiap orang. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan memampukan seseorang untuk melakukan sesuatu. Namun dengan pengetahuan saja tidak berarti seseorang dapat dikatakan sudah berkompetensi.

Pengetahuan yang diperoleh tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan tersebut dalam bentuk aksi. Inilah yang disebut sebagai keterampilan. Keterampilan itu berhubungan dengan kemampuan untuk mendemonstrasikan apa yang diketahui melalui media yang ada. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan motorik seseorang untuk mengaplikasikan apa yang ia ketahui dengan baik. Selain pengetahuan dan ketrampilan, ada satu aspek lain seseorang dikatakan berkompeten.

Aspek lain tersebut adalah sikap. Sikap lebih diartikan sebagai kemampuan interpersonal, kemampuan mental, kemampuan emosi, kemampuan sosial. Ada banyak orang yang berpengetahuan. Ada banyak orang yang memiliki keterampilan handal dan spektakuler, namun cenderung sedikit orang yang memiliki kemampuan mental yang baik untuk bersikap. Dalam catatan lain jika pengetahuan dan keterampilan (knowledge and skill) dikaitkan dengan kecerdasan intelek (Intelectual Quotient/ IQ) maka aspek sikap sering dihubungkan dengan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual (Emotional Quotien/ EQ dan Spiritual Quatien/ SQ). EQ dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dan membangun jaringan/hubungan sosial dengan orang lain. Sementara SQ dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk mengembangkan integritas pribadi, kejujuran dan memberi makna kehidupan. Kemampuan SQ ini hanya bisa dikembangkan kalau seseorang selalu ingat dan percaya kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Dengan bahasa sederhana, saya mencoba memahami faktor kompetensi dengan sebutan saya tahu, saya bisa dan saya melakukan. Tahu saja tapi tidak bisa melakukan adalah pincang. Namun tahu dan bisa melakukan tapi tidak disertai niat dan sikap untuk melakukan sama dengan omong besar alias bohong. Jadi ketiga aspek ini harus berjalan beriringan. Faktor kompetensi yang memadai akan memudah seseorang untuk melakukan apapun hal baru yang ia kerjakan.

Kemampuan seseorang untuk melakukan hal baru selain dipengaruhi oleh faktor kempetensi, faktor jam terbang juga turut berkontribusi. Jam terbang berkaitan dengan proses untuk menjadi bisa dan biasa. Ada sebuah ilustrasi menarik yang baru saja dikirimkan oleh seorang sahabat melalui sms. Bunyinya: "Hidup kita ini seumpama sebuah pensil. Untuk menulis dengan baik, pensil harus selalu diraut menjadi tajam. Meski "sakit" saat diraut tapi menjadi tajam dan akan menjadi pensil yang bagus untuk berkarya". Untuk menjadi bisa dan terbiasa melalukan sesuatu dibutuhkan sebuah proses dan terkadang preses tersebut menyakitkan dan menuntut pengorbanan besar sama seperti sebuah pinsil yang mengalami proses perautan demi menghasilkan sebuah sketsa yang luar biasa. Semakin diasah akan semakin tajam. Berhenti mengasah menyebabkan penumpulan yang pada akhirnya menyebabkan kemandekan dalam berkarya.

Pepatah lama mengatakan alah bisa karena biasa. Segala kesukaran tidak akan terasa lagi apabila sudah biasa.Sesuatu yang pada awalnya dirasakan sulit bila sudah biasa dikerjakan akan menjadi mudah. Saya yakin sepanjang hidup, kita akan berhadapan dan mengalami hal baru untuk dilakukan sebab hidup adalah sebuah proses belajar dan mau menjalani pembelajaran. Tidak seseorang yang langsung mahir melakukan sesuatu yang baru dengan sempurna. Selalu ada proses belajar dan mau belajar dengan rendah hati seumpama anak kecil yang sedang belajar mengenali diri dan lingkungan sekitarnya. Proses belajar ibarat menaiki anak tangga. Kemampuan untuk menaiki anak tangga demi anak tangga terletak pada kerja keras, kemauan untuk belajar, ketekunan dan kesabaran. Semoga catatan reflektif ini sungguh memotivasi kita untuk tidak sungkan mencoba sesuatu yang baru, sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang baik dan positif, sesuatu yang tidak merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta sesuatu yang berguna untuk pengembangan diri dan kedirian kita.





Let's create our own world through writing, cinematography, photos, etc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar